Selama ini, kita mengenal Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i sebagai salah satu imam empat mazhab fikih. Tidakkah kita sadar bahwa syarat menjadi seorang mujtahid adalah menguasai berbagai ilmu penunjang? Nah, Imam Syafi’i yang selama ini kita anggap sebagai pakar fikih, nyatanya juga pakar dalam bidang ilmu lain, bahasa Arab semisal.
Bagaimana Imam Syafi’i tidak pakar dalam bahasa Arab, sementara penggalian hukum fikih berlandaskan Al-Qur’an dan hadis yang berbahasa Arab. Karena itu, Imam Syathibi menjelaskan, bahwa kedalaman seseorang dalam bahasa Arab berbanding lurus dengan kemampuannya dalam memahami ilmu syariat. Sehingga, orang yang pemahaman bahasa Arabnya masih dangkal, pemahaman ilmu syariatnya juga tidak seberapa. Begitu pun sebaliknya.
Masa belajar ilmu bahasa Arab
Imam Syafi’i sebenarnya adalah orang Arab asli, bahkan keturunan suku Quraisy yang terkenal pandai sastra. Kalau diibaratkan bahasa Arab bagi beliau layaknya bernafas, bawaan sejak lahir. Namun, bukannya merasa hebat sendiri sudah bisa berbahasa Arab dan keturunan Quraisy, malah beliau ingin lebih dari sekedar mengetahui gramatika bahasa Arab.
Hal tersebut beliau buktikan dengan semangat beliau belajar bahasa Arab di suku pedalaman yang bahasanya masih asli, fasih. Tak tanggung, beliau menghabiskan waktu dua puluh tahun untuk belajar di sana.
Dua puluh tahun memang bukan waktu yang pendek dalam mempelajari satu ilmu. Di Indonesia saja jenjang sekolah hanya dua belas tahun lamanya. Kalau pun ditambah kuliah S1 totalnya masih kalah dengan lamanya Imam Syafi’i mendalami bahasa Arab.
Maka tak heran, setelah turun gunung dari belajarnya itu, beliau menjadi ahli bahasa dan sastra Arab yang perkataannya dijadikan hujah –pegangan dalam berargumen. Sehingga, bisa dikatakan bahwa Imam Syafi’i juga seorang sastrawan.
Beliau pun memiliki kitab kumpulan syair, Diwan Syafi’i. Dalam kitab itu terdapat bersyair-syair karangan inisiator mazhab Syafi’i itu, mulai yang bertemakan kehidupan hingga percintaan. Salah satu syairnya adalah,
و من البلية أن تحب # لا يحبك من تحبه
“Di antara jenis bencana, adalah saat kamu mencintai seorang wanita sedang dia tak mencintaimu.”
Ketertarikan Imam Syafii terhadap sastra Arab mulanya membuat keseharian beliau diisi dengan bersyair dan berdendang. Hingga satu saat, beliau bertemu dengan Mus’ab bin Abdullah bin Zubair dan menganjurkannya untuk belajar fikih dan hadis.
Ketakjuban Orang Mesir
Pernah kejadian saat baru pindah ke Mesir, orang-orang yang ikut pengajian beliau kebingungan memahami bahasa yang beliau sampaikan. Padalah sama-sama bahasa Arab. Imam Syafi’i yang sadar dengan hal itu, menurunkan tingkat kebahasaannya. Bahkan beliau menurunkan sampai tiga kali.
Salah satu murid dekat Imam Syafi’i, Rabi’, juga memberikan pengakuan atas kepakaran beliau dalam bidang bahasa Arab. Dia mengatakan, “Andaikan kalian mendapati keindahan bahasa Imam Syafi’i, niscaya kalian akan terpanah. Beliau menuliskan kitab-kitab yang ada ini untuk orang awam (yang tingkat kebahasaannya jelas sudah diturunkan jauh).”
Bisa dibilang bahasa yang digunakan dalam kitab Al-Umm dan Ar-Risalah menggunakan bahasa yang “receh” menurut beliau, selevel orang awam. Padalah dalam kalangan pesantren, dua kitab tersebut tergolong tingkat tinggi. Tidak sembarang orang dapat mempelajari langsung dua karangan yang tingkat kebahasaan level awam menurut beliau, apalagi yang level tinggi.
Ini semua membuktikan begitu kerennya Imam Syafi’i dalam berbahasa Arab. Beliau rela menyisihkan dua puluh tahun umurnya untuk belajar bahasa Arab. Walhasil, pemahaman kebahasaan yang dalam mengantarkan beliau menjadi mujtahid hebat yang nyastra.
Referensi
Kitab Manaqib Asy-Syafi’i
Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab
Kitab diwan Asy-Syafi’i
Kitab Irsyad Al-Arib fi Ma’rifah Al-Adib
Buku Tapak Sejarah Kitab Kuning
- Al-Imam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya An-Nawawi (Bagian Tiga) - Januari 11, 2024
- Teladan Imam Syafi’i dalam Mendidik - Oktober 2, 2023
- Mengenal Imam Syafi’i Sebagai Ahli Bahasa - Agustus 20, 2023