(M. Rikza/Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Semester V)
Membahas tentang metode memperoleh ilmu, pastinya sudah terbayang di pikiran kita caranya adalah dengan belajar. Namun, ada satu hal atau fakta yang menarik tentang metode mencari ilmu, selain dengan belajar, yakni dengan cara mengosongkan, membersihkan, serta mensucikan hati dari sesuatu yang berbau duniawi.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin mengatakan, bahwa metode memperoleh ilmu itu dibagi menjadi tiga. Pertama, memperoleh ilmu melalui wahyu, seperti para nabi dan rasul. Kedua, memperoleh ilmu dengan cara belajar, seperti halnya pekerjaan yang biasa kita lakukan. Dan biasanya orang yang memperoleh ilmu dengan cara ini, disebut dengan alim atau ulama’. Sedangkan yang ketiga, memperoleh ilmu melalui ilham, seperti ilmu yang diperoleh oleh para auliya’ (kekasih Allah) dan para sufi.
Ilham yang dimaksud ialah memperoleh ilmu tanpa melakukan pembelajaran sama sekali. Namun, cara mereka memperoleh ilmu ialah dengan cara mujahadah atau membersihkan diri dari segala maksiat. Sehingga mereka hanya fokus beribadah, berzikir kepada Allah SWT, dan mengabaikan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Sampai pada sebuah keadaan, bahwa tidak ada selain Allah di hati mereka. Melakukan hal tersebut secara terus-menerus dengan penuh kesabaran hingga tanpa mereka sadari telah memperoleh ilmu tanpa sepengetahuan mereka sendiri.
Dari paparan keterangan di atas, muncul sedikit kebingungan. Apakah ilmu yang diperoleh dengan cara kedua dan ketiga itu berbeda?
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengatakan, bahwa ilmu yang diperoleh baik dengan cara kedua mataupun ketiga itu sama saja. Titik yang membedakan hanya prosesnya saja. Bahkan beliau mengibaratkan hati adalah sebuah telaga yang kosong, panca indra adalah sungai, dan ilmu adalah air. Maka cara para ulama memperoleh ilmu ialah dengan mengalirkan air yang berada di sungai pada sebuah telaga yang kosong. Sedangkan para sufi dan auliya’ memperoleh ilmu dengan cara menggali sebuah telaga yang kosong hingga muncul sebuah mata air.
Namun, di sisi lain imam Al-Ghazali juga mengatakan, bahwa menggunakan metode ketiga untuk memperoleh ilmu sangatlah sulit dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu. Maka dari itu, beliau mengatakan bahwa, metode kedua (belajar) merupakan metode yang paling menjamin atau ampuh untuk memperoleh ilmu.
Adapun bukti tentang adanya metode ketiga dalam memperoleh ilmu sangatlah banyak, baik dari hadis maupun Al-Qur’an. Salah satunya ialah yang tertera dalam surah At-Thalaq ayat 2 dan 3,
…وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُ…
Yang ditafsiri oleh Imam Al-Ghazali, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberinya jalan keluar dari segala permasalahanya, dan juga memberikannya ilmu tanpa belajar serta mencerdaskannya tanpa adanya usaha keras.”
Dari paparan di atas, secara tidak langsung kita dapat memperoleh wawasan baru. Yakni, hati merupakan tempat atau wadah dari ilmu. Dapat kita buktikan dengan ucapan syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim Al-Muta’alim. Beliau mengatakan bahwa salah satu penyebab sering lupa ialah maksiat. Maka, ketika kita ingin ilmu yang kita peroleh itu awet, sepatutnya menghindari berbuat maksiat. Ada pepatah Arab yang mengatakan,
“العلم ما في الصدور لا في السطور”
“Ilmu bukanlah apa yang ada di tulisan, melainkan apa yang ada di hati.”
- Menyuruh Anak untuk Puasa Bedug, Apakah Dibenarkan? - Februari 27, 2025
- Hindari Sebelas Perkara Berikut! Niscaya Kamu Terhindar dari Perbuatan Ghibah - Januari 25, 2025
- Bermedia Sosial Dalam Timbangan Islam - Oktober 13, 2024
Siiip