Oleh Ust. Nidhom Subkhi*
(أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ)
[Surat Ali ‘Imran 165]
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat ini turun berkaitan dengan “keluh kesah” para sahabat ketika mengalami kekalahan pada waktu perang uhud, dimana sebanyak 70 orang mati syahid dari kalangan muslimin. Kekalahan itu membuat sebagian kaum muslimin bertanya-tanya keheranan
أَنَّىٰ هَٰذَا
“Bagaimana ini? Kok bisa kita kalah? Padahal Rasululloh berada ditengah-tengah kita, wahyu juga masih turun, kita berjuang dijalan Allah, sedangkan mereka berjuang mempertahankan kebatilan. Kok bisa kalah? Mengapa Allah tidak memberi kemenangan pada kita? Mengapa …. mengapa…. dan mengapa?”
Begitu kurang lebih yang ada dalam fikiran sebagian kaum muslimin waktu itu.
Menjawab ini, Allah swt mengingatkan kaum muslimin akan nikmat dan pertolongan yang telah Allah berikan sebelumnya. Maka Allah berfirman
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا
“Dan apakah ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) … ”
Pada frase ini, Allah “menyentil” kaum muslimin. “Mengapa ketika kalian mendapat musibah, kalian lupa bahwa sebelumnya Allah telah memberikan nikmat kemenangan dua kali lipat!!
Bukankah dalam perang badar ada 70 orang musyrik yang terbunuh, 70 orang lainnya berhasil kalian tahan? Dan kalian juga mendapat ghonimah (rampasan perang) yang sangat banyak? Mengapa kalian lupakan semua ini? Seakan-akan Allah tak pernah memberimu kemenangan?”
Saudaraku! …. kadangkala ketika kita mendapat musibah, kita merasa bahwa Allah ‘tidak berpihak’ pada kita. Kita sibuk mengeluhkan musibah itu hingga lupa ada banyak hal menyenangkan yang telah kita terima.
Kita pun sibuk mempertanyakan apa yang telah Allah lakukan pada kita, padahal…… kita merasa sudah menunaikan tugas-tugasNYA, kita merasa telah berjalan dijalanNYA. Bahkan …… kadang kita mulai berani mempertanyakan (atau malah meragukan -wal ‘iyadzu billah-) janji-janjiNYA.
saudaraku …. ! Sebesar apapun musibah yang kita terima, nikmatNYA masih jauh lebih besar. Kita diberi musibah oleh Allah agar kita tidak melupakan nikmat yang besar itu.
sekedar contoh, Bertahun-tahun kita menggunakan gigi kita untuk mengunyah makanan dan selama itu pula kita tidak menyadarinya bahwa itu adalah nikmat. Baru setelah kita sakit gigi yang rasanya ‘setengah mati’ kita tahu bahwa selama ini gigi kita telah memberikan nikmat yang luar biasa banyaknya. Itu hanya gigi, bagaimana dengan yang lain?
Saudaraku ! Bahagia itu ketika kita selalu bisa menemukan nikmat lalu bisa mensyukurinya. Bahkan dikala kita mendapat musibah.
Dan kesengsaraan itu adalah ketika kita selalu merasa mendapat musibah lalu meratapinya sekaligus melupakan nikmat yang telah kita terima yang sebenarnya jauh lebih besar dari musibah itu.
Wallahu A’lam
*Disampaikan Ustadz Nidhom Subkhi ( pengasuh pesantren salafiyah As-Syafi’iyah dan halaqoh tafaqquh fiddin) dalam pengajian rutin tafsir al-Ibriz setiap jum’at subuh di masjid Jami’ As-Shiddiq Pulungdowo.
Jum’at kliwon, 23 Jumadal Ula 1439