Shadow

Bagaimana Hukum Melaksanakan Ibadah Haji dengan Uang Haram?

Rukun Islam yang kelima adalah melaksanakan ibadah haji. dalam pelaksanaannya, seorang muslim diwajibkan ketika sudah memenuhi persyaratan. Salah satu persyaratannya adalah kemampuan dalam hal materi. Sebab, dalam ibadah haji seseorang pasti butuh biaya seperti transportasi dan lain-lain.

            Pada persyaratan kemampuan dalam hal materi ini ada sebuah persoalan. Bagaimana jika seorang muslim berangkat ibadah haji dengan menggunakan harta yang haram. Apakah ibadah haji yang dilaksanakannya bisa sah?

Apakah Haji dengan Uang Haram Sah?

            Para ulama masih berbeda pendapat mengenai masalah ini. Para ulama kalangan mazhab Hanafi, mazhab Maliki, dan Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ibadah haji tersebut masih dikatakan sah meskipun dengan harta yang diperoleh dengan cara yang haram. Tetapi, para ulama golongan mazhab Hanbali mengatakan tidak sah. Sebagaimana kutipan berikut ini,

إذَا حَجَّ بِمَالٍ حَرَامٍ أَوْ رَاكِبًا دَابَّةً مَغْصُوبَةً أَثِمَ وَصَحَّ حَجُّهُ وَأَجْزَأَهُ عندنا وبه قال أبو حنيفة ومالك والعبد رى وَبِهِ قَالَ أَكْثَرُ الْفُقَهَاءِ قَالَ أَحْمَدُ لَا يُجْزِئُهُ

“Jika seorang berangkat haji dengan harta yang haram atau dengan kendaraan ghasab, dia berdosa dan ibadah hajinya sah serta kewajibannya gugur menurut golongan mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, serta mayoritas ulama. Sedangkan menurut golongan mazhab Hanbali hajinya tidak sah.” (Abu Zakariya Muhiyiddin An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Maktabah Syamilah, juz. 7, halaman 62).

            Dari kutipan tadi, Imam Nawawi dari kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa haji seseorang tetap sah dan menggugurkan kewajiban mesikpun dengan menggunakan harta dan kendaraan yang haram. Imam Nawawi juga menambah alasan kenapa ibadah tersebut tetap dikatakan sah,

وَدَلِيلُنَا أَنَّ الْحَجَّ أَفْعَالٌ مَخْصُوصَةٌ وَالتَّحْرِيمُ لِمَعْنَىٰ خَارِجٍ عَنْهَا

“Dasar kita mengatakan sah karena haji sendiri adalah rangkaian ibadah tertentu sedangkan hal haram tersebut di luar hal itu.” (Abu Zakariya Muhiyiddin An-Nawawi, Al-Majmu’Syarah Al-Muhadzab, Maktabah Syamilah, juz 7, halaman 63).

            Sedangkan golongan ulama mazhab Hanbali berpendapat tidak sah dan belum menggugurkan kewajiban terhadap seseorang yang berangkat haji dengan menggunakan uang haram. Sebab, pandangan para mereka tidak ada bedanya antara suatu pokok (ibadah) dan sisi luarnya. Dalam artian ketika ada sebuah larangan, maka batal lah suatu perbuatan tersebut.

Logika Pendapat Sah

            Tetapi golongan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan mayoritas ulama memiliki pandangan yang berbeda. Ketika ada sebuah hal pokok (ibadah) dan larangan yang bersifat eksternal maka larangan tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap suatu ibadah tersebut. Karena larangan hanya akan mengakibatkan dosa dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan suatu ibadah.

            Pendapat golongan ini dapat dimisalkan dengan seseorang yang diperintah untuk menulis di luar masjid. Tetapi, seorang tersebut menulis di dalam masjid. Dalam hal ini seseorang tersebut masih dianggap melaksanakan perintah yaitu menulis. Hanya saja, seseorang tersebut melanggar pada sisi tempat ia mengerjakan perintah tersebut.

            Sama halnya dengan kasus pada ibadah haji. seseorang  diperintahkan untuk melaksanakan ibadah haji yang isinya ada rangkaian pekerjaan khusus. Tetapi di sisi lain, seseorang  dilarang untuk menggunakan uang haram. Maka, dengan seseorang  melaksanakan ibadah haji dengan menggunakan uang haram ia sudah memenuhi perintah dari sisi ibadah haji dan ada pembangkangan terhadap larangan untuk menggunakan uang haram.

            Dengan mengetahui dua perbedaan tersebut kita harus bijak. Meskipun golongan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan mayoritas ulama berpendapat sah terhadap ibadah haji seseorang yang menggunakan uang haram, kita harus tetap sebisa mungkin menghindari hal tersebut. Meskipun ibadah kita sah tetapi kita masih terkena sebuah hukum haram yang berimbas pada sebuah dosa. Hal ini di tegaskan oleh ulama dari golongan mazhab Syafi’i,

فإنْ خَالَفَ وحَجَّ بما فيه شُبْهَة أوْ بِمَال مَغْصُوب صَحَ حَجه في ظَاهرِ الحُكْمِ لكنَّهُ لَيْس حَجاً مَبْرُوراً  وَيَبْعُدُ قَبُولُهُ

“Ketika seorang melanggar (tidak menggunakan harta yang halal) kemudian ia berhaji dengan harta yang tidak jelas atau harta yang ilegal, ibadah hajinya sah-sah saja secara hukum. Tetapi, hajinya tidak mabrur dan akan sulit diterima.” (Abu Zakariya Muhiyiddin An-Nawawi, Al-Idlah fi Manasik Al-Hajj wa Al-Umrah, Maktabah Syamilah, Hal. 51).

            Maka, sebaiknya jika kita ingin melaksanakan kewajiban haji kita harus benar-benar berusaha untuk mengumpulkan materi atau ongkos dari jalan sesuai syariat. Supaya ibadah yang kita lakukan bisa bernilai plus dan maksimal.

Farizqi Adiguna

Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Malang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.