Muhtadin Rahayu (Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Semseter VI)
Suatu saat, ketika hendak menyantap hidangan yang ada di dapur, saya terheran karena ada sebuah Besek[1] yang agak dijauhkan dari hidangan-hidangan yang lain. Ketika saya buka, rasa heran saya meningkat karena isinya ayam bakar yang sudah melambai-lambai untuk dimakan. Tanpa pikir panjang saya ambil nasi dan sepotong ayam tersebut.
Tak berapa lama, bapak menegur, memerintahkan untuk mengembalikan ayam tersebut dan mencari lauk yang lainnya saja. Beliau berkilah bahwa ayam tersebut berasal dari tetangga non-muslim, yang ditakutkan ayam ini tidak melalui proses pengolahan yang ditentukan oleh Islam.
Yang menjadi pertanyaan besar, apakah daging olahan yang diberikan oleh non-muslim itu haram dimakan? Kalau memang haram, apakah kita sebagai orang muslim, harus menolak pemberian tersebut, sebagai bentuk pencegahan agar tidak mengonsumsi barang haram. Bayangkan saja kalau saya tadi tidak ketahuan bapak, maka daging saya akan tersusun dari barang haram. Apakah demikian?
Dalam literatur fiqh, ada sebuah pemahaman awal bahwa seorang muslim masih diperbolehkan untuk melakukan transaksi dengan seseorang yang diketahui hartanya didominasi barang haram.[2] Baik itu kaitannya dengan jual-beli, meminjam, atau menerima hadiah darinya. Pemahaman ini dengan batasan bahwa barang yang diterima terlepas dari indikasi yang mengarah bahwa barang tersebut haram secara asal. Misal, orang ini memberikan daging yang jelas-jelas berupa daging babi, maka sudah beda urusan.
Oleh karenanya, dalam masalah makanan seperti ini kita menggunakan konsep Dhahir.[3] Ketika barang tersebut jelas-jelas merupakan barang halal, maka kita tidak perlu menelisik proses pengolahan, dengan cara apa diperoleh, atau apapun itu. Selama barang secara unsurnya halal, maka dihalalkan pula mengonsumsinya.
Bahkan,
dalam beberapa kesempatan Imam Al-Ghazali mewanti-wanti untuk tidak menanyai
sebuah pemberian yang berasal dari seseorang.[4]
Karena dikhawatirkan hal demikian malah akan menimbulkan perasaan yang nggak-nggak.
Tinggal diterima, disantap, kan kelar masalah. Untuk urusan haram atau halal,
tinggal lihat itu daging ayam atau daging babi. Daging ayam dimakan, daging
babi dibuang. Selesai bukan?
[1] Wadah dari anyaman bambu
[2] Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhi Al-Muhazab, Hal 343, Juz 9, Maktabah As-Syamilah
[3] Ibid
[4] Imam Al-Ghzali, Ihya’ Ulumuddin, Hal 119, Juz 2 Maktabah As-Syamilah
- Klasifikasi Kalam Berdasarkan Penggunaan Lafaz Yang Sesuai Dengan Madlul Dan Tidak Sesuai Kajian Waraqat: Kalam (Bagian 3) - September 20, 2024
- Kajian Ushul Fikih: Standar Kebaikan (Al-Husnu) dan Keburukan (Al-Qubhu) Dalam Islam - September 20, 2024
- Mengenal Hukum Syariat: Definisi dan Klasifikasinya - September 20, 2024