Shadow

Hari raya bertepatan hari jum’at, wajibkah sholat jum’ah? Simak penjelasannya dalam berbagai pendapat madzhab

Tafaqquh.com- Hari raya I’dul Adlha tahun ini bertepatan dengan hari Jum’at. Beredar pemahaman bahwa ketika hari raya jatuh pada hari jum’at maka gugur kewajiban jum’at. Pemahaman ini tidak seluruhnya salah, namun perlu penjelasan lebih detail agar tidak mudah bagi kita untuk meninggalkan satu ibadah dengan hanya berdasar pada pemahaman yang tidak jelas sumbernya.

Mengenai hukum jum’atan yang bertepatan pada hari raya, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan kurang lebih sebagai berikut.

Pendapat pertama;

Kewajiban jum’ah gugur dan dapat digantikan sholat dhuhur bagi masyarakat yang tinggal jauh dari tempat pelaksanaan jum’ah, sekiranya ia pulang dari melaksanakan sholat hari raya akan mendapatkan kesulitan (masyaqqoh) bila ia kembali lagi untuk melaksanakan sholat jum’ah.

Pendapat ini adalah pendapat madzhab Syafi’i dan juga pendapat mayoritas ulama’. Di antara sahabat yang berpendapat seperti ini adalah Utsman bin Affan dan Umar bin Abdul Aziz.

Pendapat ini didasarkan pada atsar dari Sayyidina Utsman RA.

 قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدْ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

Wahai manusia, sungguh hari ini adalah hari yang di dalamnya berkumpul untuk kalian dua hari raya. Maka barang siapa yang senang untuk menunggu (dilaksanakannya) sholat jum’ah dari penduduk awali maka tunggulah! Dan siapa yang ingin pulang maka aku mengizinkannya.” (Shohih Bukhori no. 5251)

Awali adalah jamak dari aliyah, salah satu desa yang terletak sebelah timur Madinah dengan jarak kira-kira 3 mil (lihat Umdatul Qori syarh al-Bukhori).

Selain atsar di atas, madzhab Syafii juga beralasan bahwa jika penduduk yang tinggal jauh di desa (pedalaman) jika mereka menunggu sholat jum’at maka mereka tidak bisa merayakan hari raya. Jika mereka pulang lalu kembali lagi ke masjid yang jauh dari tempatnya akan menimbulkan masyaqqoh, dan masyaqqoh bisa menggugurkan kewajiban sholat jum’at. (an-Nawawi, al-Majmu’, IV/491)

Pendapat kedua;

Bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘id  maka gugurlah kewajiban sholat jum’at dan juga sholat dhuhur, baik orang tersebut penduduk setempat yang tidak jauh dari tempat pelaksanaan jum’ah maupun masyarakat yang tinggal jauh dari tempat pelaksanaan jum’ah.

Ini adalah pendapat Atho’ ibnu Robah. Ibnul Mundzir mengatakan, “aku meriwayatkan pendapat seperti itu dari Ali bin Abi Tholib dan Ibnuz Zubair. (ibid)

Pendapat ini berdasarkan dhohirnya hadits riwayat Zaid bin Arqom

عَنْ إِيَاسَ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ ، سَأَلَ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ ، أَشَهِدْتَ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَكَيْفَ صَنَعَ ؟ ، قَالَ : صَلَّى الْعِيدَيْنِ ، ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ ، فَقَالَ : مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ (رواه الجماعة وصححه ابن خزيمة)

Dari Iyas bin Abi Ramlah as-syami, beliau berkata, aku mendengar Mu’awiyah bertanya pada Zaid bin Arqom, “apakah engkau menyaksikan bersama Rasulullah ﷺ dua hari raya (maksudnya hari raya dan hari jum’ah) berkumpul dalam satu hari? Zaid menjawab, “Ya”. “lalu apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ ?” Zaid berkata: “Rasulullah ﷺmelaksanakan kedua sholat hari raya itu, lalu Rasulullah ﷺmemberi keringanan didalam sholat Jum’ah. Rasulullah ﷺ bersabda “Barang siapa yang ingin sholat maka sholatlah!”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasai, Ahmad, al-Hakim, al-Bayhaqi dan yang lain. Ibnu khuzaimah menyatakan hadits ini shohih (lihat al-Bayhaqi, assunan al kubro, I/233)

Hujjah yang lain dari pendukung pendapat ini adalah atsar yang diriwayatkan oleh Atho’ bin Rabah. Beliau berkata, ” Telah berkumpul hari jum’at dan hari raya pada masa ibnuz Zubair. Maka ibnuz Zubair berkata, dua hari raya telah berkumpul. Ibnuz Zubair melaksanakan sholat dua rakaat pada waktu pagi (sholat id) dan tidak menambah sholat apapun hingga beliau melaksanakan sholat ashar” ketika hal ini disampaikan kepada ibnu Abbas, ibnu Abbas berkata, “Ibnuz Zubair telah menetapi sunnah”. Atsar ini telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasai, ibnu Khuzaimah, dan al-Bayhaqi dengan sanad yang hasan atau shohih sesuai dengan syarat Muslim (ibid, 492, al-Badrut Tamam syarah Bulughul Maram, III/435)

Pendapat ketiga;

Gugur kewajiban sholat jum’ah dan digantikan sholat dhuhur, baik bagi penduduk setempat maupun bukan.

Ini adalah pendapat madzhab Hanbali.

Pendapat ini didasarkan pada hadits Zaid bin Arqom di atas. Hanya saja madzhab Hanbali memberi penekanan bahwa gugurnya jum’ah pada hari itu disebabkan adanya udzur. Karena itu bagi setiap orang yang telah hadir melaksanakan sholat id boleh meninggalkan jum’ah namun ia tetap berkewajiban melaksanakan sholat dhuhur. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 27/209)

Pendapat keempat;

Kewajiban Jum’ah tidak gugur sama sekali. Ini adalah pendapat kalangan Hanafiyah dan Malikiyah. (ibid)

Pendapat ini beralasan bahwa kewajiban sholat jum’ah bersifat umum sedangkan dalil-dalil yang mengarah adanya keringanan itu tidak selayaknya digunakan mentakhsis keumuman dalil wajibnya jum’ah. Hal ini karena kekuatan dalil yang umum masih berada diatas dalil khusus. (al-Badrut tamam, III/436)

Selain itu, sholat ‘id adalah ibadah sunnah sedangkan sholat jum’ah hukumnya fardlu. Sunnah tidak bisa menggugurkan fardlu.

 

Dari berbagai pendapat diatas kita dapat belajar tentang bagaimana mana sebuah perbedaan itu bisa terjadi. Dan kita juga tahu bagaiamana pendapat-pendapat tersebut ditopang dengan argumentasi yang cukup kuat.

Namun demikian, sebagai bagian dari masyarakat yang mayoritas penduduknya bermadzhab Syafiiyah maka diantara pendapat tersebut yang hendaknya kita terapkan adalah pendapat madzhab syafii. Selain karena ini adalah pendapat mayoritas ulama’ (jumhur) juga untuk menghindari khilaf sebagaimana kaidah al-khuruj minal khilaf mustahabbun, keluar dari khilaf itu sunnah.

Dengan demikian maka sebaiknya sholat id kita laksanakan dengan penuh khidmah dan jangan lupa pula untuk melaksanakan sholat jum’ah. Bukankah di Indonesia raya ini masjid sangat mudah kita jumpai, jadi tidak ada lagi alasan masyaqqoh atau beratnya melakukan dua sholat hari raya dan sholat jum’ah. Dan lagi … bukankah kita sedang berlatih untuk berkorban? Pengorbanan paling berat adalah mengorbankan nafsu kita, termasuk keengganan melakukan ibadah.

Akhirnya …. Redaksi tafaqquh.id mengucapkan selamat berhari raya idul adlha dan hari raya jum’ah!

Wallahu a’lam bis showab

 

Malam idul adlha 1438 H

Dalam sayup-sayup gema takbir

Langgar bambu

Pesantren Syafiiyah Salafiyah

 

 

Nidhom Subkhi Rifai

Ust. Nidhom Subkhi
Latest posts by Ust. Nidhom Subkhi (see all)

Khodim Ma'had Salafiyyah AsSyafi'iyyah Pulungdowo Malang. CEO & Founder Tafaqquh Media Center Malang. Editor in Chief Tafaqquh.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.