Shadow

ILMU MAQASHID; Sejarah dan Ranah

Sepintas Sejarah Ilmu Maqashid

Oleh: Cak Puput Bariyadi*

Tafaqquh.com- Para ulama ushul generasi awal umumnya tidak menggunakan satu kata yang disepakati bersama untuk memaknai maqashid syariah. Kata yang digunakan berfariasi dan bermacam-macam sesuai dengan apa yang ada pemikiran masing-masing ulama. Hanya saja, makna dan spirit yang diinginkan sama, yaitu maqashid syariah.

Kilas Balik terminologi

Perbedaan terminologi yang digunakan oleh para ulama sangat lumrah, karena waktu itu ilmu maqashid masih menjadi bahasan yang tercecer dalam ilmu ushul fikih. Belum ada rumusan komperhensif terkait tema ini. Apalagi menjadi ilmu yang independen, tentu masih jauh. Ilmu maqashid baru sekadar sebagai benih yang tumbuh dan belum membentuk suatu pohon utuh. Meski demikian, para ulama kita tetap memberikan kajian mendalam, meski tidak secara spesifik.

Peran Sang Guru Dan Murid

Barangkali Imam Haramain ( 478 H/1085 M) yang mulai jelas mengkaji dan memberikan gambaran secara utuh terkait ilmu maqashid. Bahkan beliau telah membagi maqashid menajdi tiga, yaitu dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Kemudian istilah ilmu maqashid dipopulerkan lagi oleh muridnya, Imam Ghazali (505 H/1111 M) dalam kitab al-Mustasfa.

Para ulama-ulama mutaakhirin kemudian memberikan kajian lebih intensif dan spesifik terkait ilmu ini, seperti yang dilakukan oleh Imam Syathibi (w.790 H/1388 M). Beliau menulis buku khusus ilmu maqashid yang sangat ternama, yaitu kitab muwafaqat. Buku ini sangat lengkap dan komperhensif. Karena buku ini, banyak orang yang memberikan julukan kepada beliau sebagai pendiri ilmu maqashid.

Selain Imam Syathibi, sesungguhnya ada ulama lain yang juga banyak konsen ke kajian ilmu maqashid, yaitu Ibnu Taimiyah (W 728 H/1328 M ) dan muridnya Ibnul Qayyim (751 Hijriyah/23 September 1350 M). Ibnu Taimiyah memang tidak mempunyai buku sendiri terkait ilmu maqashid, namun dalam banyak karyanya sering menyinggung bahasan maqashid syariah. Sementara itu, murid beliau, Ibnul Qayyim menulis buku I’lamul Muwaqqiin yang sangat spesifik mengkaji ilmu maqashid. Setelah itu agak vakum beberapa waktu, lalu muncul Imam Ibnu Asyur dari Tunisia di era kontemporer (wafat: 1973) Sejak itu, kajian ilmu maqashid semakin banyak dan berkembang hingga saat ini.

Ilmu Maqashid vs Ushul Fiqh

Ulama kontemporer sendiri masih berselisih pendapat terkait ilmu maqashid, apakah ia menjadi ilmu yang independen ataukah masih bagian dari ilmu ushul fikih. Dengan demikian, bahasan di dalamnya masih terikat dengan bahsan ushul fikih secara umum? Ada yang menginginkan ia independen, ada pula yang menganggap ia masih bagian dari ilmu ushul fikih.

Dr. Amru Wardani, salah seorang ulama Azhar menyatakan bahwa ilmu maqashid tidak bisa dipisahkan dari ilmu ushul fikih. Ia sekadar manhaj ijtihad yang masih memungkinkan adanya pengembangan dna ijtihad baru. Rumusanya belum final dan bisa menerima penambahan.[1]

Berbeda dengan beliau, ulama Maroko lainnya seperti Ala Fasi lebih melihat bahwa ilmu maqashid merupakan ilmu yang independen. Kajian maqashidi dapat berdiri sendiri lepas dari ilmu maqashid. Beliau banyak menulis buku maqashid dan kajiannya juga cukup luas, di antar bukunya adalah kuliyatusyarih.[2]

Saya sendiri memandang bahwa ilmu ushul fikih terdiri dari dua bagian, yaitu pertama terkait dengan kedah fiqhiyyah lughawiyyah, atau biasa disebut dengan ilmu semantik dan kedua, adalah ilmu maqashid syariah. Ijtihad semantik dan ijtihad maqashidi merupakan dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Itjihad semantik bergerak dalam tataran teks, sementara ijtihad maqashidi bergerak dalam ranah konteks. Dalam sistem penerapan, harus terjadi perimbangan. Tidak bisa satu sama lain saling menegasikan. Terlalu semantik saja bisa literal, sementara terlalu jauh pada ilmu maqashid tanpa melihat pada standar yang jelas, dapat terjatuh kepada paham liberal. Jadi posisi kita berada di tengah-tengah dan moderat

 

Cak Puput Bariyadi

Pesantren Peradaban

Redaksi Tafaqquh
Latest posts by Redaksi Tafaqquh (see all)

"Sebuah tim adalah lebih dari sekedar sekumpulan orang. Ini adalah proses memberi dan menerima."

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.