Munafiq adalah isim fa’il dari kata nifaq. Ibnu Mandhur (W. 711 H) dalam lisanul Arab menjelaskan, nifaq atau munafiq adalah istilah Islam yang sebelumnya tidak dikenal dalam istilah orang Arab. (lisanul Arab, X/357, Maktabah Syamilah V.3.05)
Asal kata
Ada tiga kata yang menjadi kemungkinan terbentuknya kata nifaq.
Pertama, berasal dari kata نافق اليربوع , naafaqol yarbu’u yang artinya marmut telah masuk kedalam lubang persembunyiannya. Ketika dikejar dari satu lubang ia akan keluar dari lubang yang lain. Maka dikatakan munafiq seseorang yang masuk ke dalam Islam tapi dari arah lain ia keluar dari Islam. Dihadapan kaum muslimin ia tampak sebagai pemeluk agama Islam, tapi dihadapan orang-orang kafir ia juga tampak sebagai kafir. Ia mempunyai dua pintu yang berbeda pintu Islam dan pintu kafir. Persis seperti yarbu’, ia juga mempunyai dua lubang orang arab menyebutnya nafiqo’ dan nashia’ (Azzahir fi Maani kalimatinnas, I/120, Maktabah Syamila V.3.05)
Kedua, berasal dari kata an-nafaq (النفق) yang berarti terowongan atau lubang bumi. Kata nafaq ini disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am:35
وَإِن كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَن تَبْتَغِيَ نَفَقًا فِي الْأَرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِي السَّمَاءِ فَتَأْتِيَهُم بِآيَةٍ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَىٰ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْجَاهِلِينَ ﴿الأنعام: ٣٥﴾
Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil (6: 35)
Az-Zajjaj menerangkan, Nafaq adalah jalan tembus yang berada di dalam bumi, ujungnya tidak tampak dari luar. (Ma’anil Qur’an, II/244)
Ketiga, berasal dari kata nafiqo’ (نافقاء) yaitu salah satu lubang sarang marmut yang tidak tampak dari permukaan tanah. Marmut mempunyai kebiasaan membuat lubang dari satu arah hingga menembus arah yang lain. Ketika mendekati permukaan, ia menyisakan lapisan yang sangat tipis hingga dari luar tampak seperti tanah tak berlubang. Lubang tak kasat mata ini adalah jalan darurat yang setiap saat bisa digunakan manakala ada ancaman. Maka dari itu, seseorang yang menyembunyikan sesuatu dari pandagan orang lain disebut munafiq.(Ma’anil Qur’an, II/244)
Ketiga asal kata ini mempunyai kedekatan arti. Ketiga-tiganya merujuk kepada adanya perilaku menyembunyikan sesuatu atau menampakkan sesuatu diluar kenyataan yang tidak diketahui oleh orang lain.
Nifaq dalam istilah syara’
Ibnu Mandhur (ibid) mendefinisikan nifaq sebagai
الدخول في الإسلام من وَجْه والخروُج عنه من آخر
Masuk dalam Islam dari satu sisi dan keluar dari Islam dari sisi yang lain.
Dengan kata lain, istilah munafiq adalah
الذي يَسْترُ كُفْره ويظهر إيمانَه
Orang yang menutupi kekafirannya dengan menampakkan keimanan.
Apa yang disampaikan Ibnu Mandhur ini selaras dengan definisi yang disampaikan al-Jurjani (at-Ta’rifat, 311, Syamila V.3.05)
النفاق إظهار الإيمان باللسان وكتمان الكفر بالقلب
Nifaq ialah menampakkan iman dengan lisan dan menyimpan kekufuran dengan hati.
Imam An-Nawawi (Syarh Muslim, Juz II, h. 48) mengetengahkan dua pengertian nifaq, umum dan khusus. Secara umum nifaq adalah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang disembunyikan. Sedangkan nifaq secara khusus adalah nifaq dalam keIslaman yaitu menampakkan keIslaman dan menyembunyikan kekufuran.
Dari definisi-definisi yang disampaikan para alim diatas tampaklah bahwa nifaq atau munafiq itu menunjuk kepada pengertian nifaq di dalam keislaman. Sehingga, Ketika kata nifaq atau munafiq diungkapkan secara mutlak, tanpa penjelasan atau qorinah (indikator) tertentu, maka yang dimaksud adalah nifaq dalam pengertian kedua yang khusus, yaitu nifaq dalam keislaman.
Kata nifaq tidak bisa digunakan secara mutlak untuk orang yang menampakkan sesuatu berbeda denga apa yang ia simpan selain masalah aqidah. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwitiyah, Juz VI 178)
Terkadang, secara majaz kata munafiq ditujukan untuk menyebut orang yang melakukan salah satu prilaku nifaq seperti berbohong, khianat, ingkar janji atau yang lain. Nifaq semacam ini disebut nifaq amali bukan nifaq I’tiqodi. (ibid)
Pembagian Munafiq
Ibnu Rajab al-Hanbali membagi munafiq menjadi dua, yaitu nifaq akbar dan nifaq ashghor. (Jaami’ul Ulum wal Hikam, Juz I, h. 430-431, Syamila V.3.05)
Nifaq akbar adalah menampakkan keimanan sedangkan batinnya masih berada dalam kekufuran. Ketika bersama-sama orang Islam ia tampak sebagai orang Islam, namun ketika ia kembali kepada komunitasnya tampaklah bahwa ia hanya berpura-pura menjadi orang Islam. Nifaq semacam ini seperti yang termaktub dalam al-Qur’an
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ ﴿البقرة: ١٤﴾
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”
Nifaq akbar ini adalah jenis kemunafikan yang ada pada masa Rasulullah ﷺ dimana al-Qur’an turun menjelaskan keburukan-keburukan mereka dan yang diancam dengan siksa yang kekal pada tingkat neraka yang paling bawah. Secara lahir mereka adalah muslim tetapi hakikatnya adalah kafir. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwitiyah, Juz VI 178)
Nifaq ashghar adalah menampakkan kebaikan namun batinnya menyimpan keburukan. Namun ia tetap beriman lahir dan batin. Nifaq semacam ini oleh para ulama disebut nifaq amal.
Dari sini, ancaman-ancaman yang disampaikan dalam al-Qur’an berkenaan dengan orang-orang kafir juga tertuju kepada orang-orang munafik dengan nifaq akbar. Karena sejatinya mereka adalah kafir. Ketika al-Qur’an menyampaikan secara bersama kafir dan munafik, maka yang dimaksud kafir adalah orang yang menampakkan kekafirannya dan yang dimaksud munafik adalah orang yang merahasiakan kekafirannya.
Berdasarkan pemahaman ini maka ancaman, ungkapan keburukan, atau hukum yang disampaikan oleh Allah ﷻ berkenaan dengan orang-orang munafik yang ada didalam al-Qur’an hanya bisa diarahkan kepada orang-orang munafik dengan nifaq akbar, bukan nifaq ashghar, kecuali ada dalil yang mengarahkan.
Selain itu, kemunafikan sebagaimana penjelasan diatas adalah sesuatu yang tersimpan. Tidak mudah mengenali apakah seseorang munafik atau tidak.
Mengetahui apakah seseorang itu munafik atau bukan tidaklah mudah, bahkan bagi para sahabat Rasulullah SAW yang hidup bersama-sama dengan mereka. Sejarah mencatat bahwa ada satu orang yang mengetahui nama-nama kaum munafik satu per satu selain Rasulullah SAW, ia adalah sahabat Hudzaifah ibnul Yaman yang berjuluk shohibus sirril maknun atau Pemegang Rahasia Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Hudzaifah kemudian menjadi rujukan dalam menentukan apakah seseorang itu munafik atau tidak.
Sebut saja Umar bin Khattab, khalifah kedua umat Islam, tidak menyolatkan jenazah yang tidak beliau kenal sampai datang Hudzaifah dan menyolatkan jenazah tersebut (lihat Tafsir Ibn Katsir), karena Hudzaifah mengetahui siapa saja orang munafik dan tidak ada yang mengetahui hal tersebut selain beliau (Syarah Shahih Bukhari oleh Imam al-Aini).
Dalam catatan sejarah, setelah wafat Hudzaifah tidak ada lagi orang yang mengetahui kemunafikan seseorang sebagaimana dikatakan para ulama. Adapun jika seseorang menunjukkan tanda-tanda kemunafikan, maka yang harus kita lakukan adalah kembali pada kaidah di atas. Sebab memberi cap seorang sebagai munafik sama berbahayanya dengan memberi stempel kafir.
Walhasil … menuduh seseorang telah munafik adalah tindakan ceroboh yang sangat berbahaya. Berbahaya bagi dirinya sendiri, karena hal itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah ﷻ , berbahaya bagi yang dituduh, dan juga berbahaya untuk persatuan umat Islam sendiri.
Lalu, bagimanakah dengan tanda-tanda kemunafikan yang pernah disampaikan oleh Rasululloh SAW dalam beberapa hadits? Bukankah tanda-tanda itu bisa digunakan acuan untuk mengenali siapakah orang munafik itu?
Jawabannya ….. silahkan ikuti tulisan kami selanjutnya.
Wallahu a’lam bisshowab
Akhir Jumadal Akhiroh 1438
Turobul Aqdam
Nidhom Subkhi Rifa’i
- RAGAM DEFINISI PUASA - April 20, 2020
- RAHASIA-RAHASIA PUASA I - Mei 8, 2019
- MENGGUNAKAN INVENTARIS MASJID - April 29, 2019