Media sosial dengan semua platformnya hanya sebagai alat dan sarana. Ia tak ubahnya dengan pisau atau alat tradisional lainnya. Ia tidak bisa menjadi objek putusan hukum kecuali jika dikaitkan dengan tujuan dan kegunaannya. Jika dipakai untuk memasak makanan yang dikonsumsi keluarga, misalnya, penggunaan pisau tersebut bernilai positif dan berpahala. Sebaliknya, jika ia dipakai untuk membunuh orang, pemakaiannya bernilai negatif, kriminal, dan dosa.
Kemudahan, efektivitas dan kecanggihan yang ditawarkan oleh media sosial memang tidak bisa dipungkiri. Dengan media sosial, banyak hal menjadi lebih mudah dan efektif. Namun di balik semua nilai positifnya, ia memiliki dampak negatif dalam berbagai aspek.
Secara garis besar, orang bermedia sosial dibagi menjadi dua; content creator dan penikmat media sosial. Content creator adalah pembuat konten, baik berupa tulisan, gambar, video, atau suara. Sebagai pembuat konten, ada beberapa aturan yang harus diperhatikan.
- Konten tidak boleh berbau pornografi dan atau mengumbar aurat.
Dalam ilmu Fikih, terkait aurat telah dijelaskan secara gamblang. Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Sedangkan aurat perempuan di luar shalat diperdebatkan; mayoritas ulama berpendapat aurat perempuan adalah seluruh badan tanpa terkecuali. Ada pula pendapat yang mengatakan aurat perempuan adalah seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Islam menjelaskan bahwa aurat wajib ditutupi dengan penutup yang menghalangi terlihatnya warna kulit, meskipun penutup itu tipis. Di samping itu, ulama’ juga melarang pakaian yang menutup aurat tapi ketat -yang menampakkan lekuk tubuh (yahki Al-Hajm).
فَلَا يَضُرُّ مَا يَحْكِي حَجْمَهَا كَسَرَاوِيْلَ ضَيِّقَةٍ، وَإِنْ كَانَ مَكْرُوْهًا لِلْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى، وَخِلَافَ الْأَوْلَى لِلرَّجُلِ (التجريد لنفع العبيد للبجيرمي).
“Boleh saja memakai pakaian yang menampakkan lekuk tubuhnya seperti celana yang ketat, meskipun pakaian ketat itu makruh bagi perempuan dan orang berkelamin ganda. Pakaian ketat itu khilaf Al-Aula (menyalahi yang lebih utama) bagi laki-laki.”
(At-Tajrid li Naf’ Al-‘Abid li Al-Bujairamiy)
Bahkan, MUI bersikap lebih tegas. MUI mengatakan haram bagi perempuan untuk memakai pakaian ketat. Dalam fatwa MUI nomor U 287 tahun 2001 ditetapkan: (4) Memakai pakaian ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh bagi perempuan, di hadapan laki-laki yang bukan suami atau mahramnya adalah haram.
Selain itu, MUI dalam nomor putusan yang sama juga melarang konten “erotis” yang bisa membangkitkan nafsu birahi seperti joget-joget di Tiktok dan sebagainya. Dalam putusan nomor U 287 tahun 2001, MUI menetapkan: (6) Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, tulisan, suara maupun ucapan yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
- Tidak berisi kebohongan atau fitnah
Berbohong itu dosa, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ
“Sesungguhnya yang membuat-buat kebohongan hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS. An-Nahl: 105).
Dalam hadis yang panjang, Rasulullah saw. berkata kepada Jibril dan Mikail:
فَأَخْبِرَانِي عَمَّا رَأَيْتُ. قَالَا: نَعَمْ، أَمَّا الَّذِي رَأَيْتَهُ يَشُقُّ شِدْقَهُ فَكَذَّابٌ، يُحَدِّثُ بِالْكَذْبَةِ فَتُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ، فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“’Beritahukan kepadaku apa yang aku lihat!’ Keduanya (Jibril dan Mikail) menjawab: ‘Baik. Adapun orang yang kamu lihat sedang dirobek mulutnya, dia adalah pendusta. Dia berbicara dengan kedustaan, lalu kedustaan itu dinukil darinya sampai tersebar luas. Maka, dia disiksa dengan siksaan tersebut hingga hari kiamat.’” (HR. Bukhari: nomor 1386).
Konten yang berisi dusta, apalagi dengan tujuan menipu orang lain jelas melanggar syariat dan harus dihindari.
- Tidak merendahkan diri sendiri dan orang lain, baik dengan cacian, makian dan sebagainya.
Konten tidak boleh merendahkan diri sendiri, seperti banyak terjadi di Tiktok. Orang tanpa risi mandi lumpur, menampakkan hidup yang sedih dan penuh kesusahan, dan aktivitas lain yang merendahkan diri mereka dengan tujuan meraup simpati pengguna Tiktok dan menghasilkan uang.
Nabi bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Tidaklah seseorang selalu meminta-minta kepada orang lain hingga hari kiamat datang sedang di wajahnya tidak tersisa lagi sepotong daging pun.” (HR. Bukhari).
Menafsiri hadis tersebut, ulama menegaskan bahwa hadis ini terkait orang yang tidak miskin yang meminta-minta. Terkait hukumnya, sebagian mengatakan haram. Sebagian lainnya mengatakan makruh. Dalam kitab Kasyf Al-Musykil min hadits Ash-Shahihain dijelaskan alasan ketidakbolehan karena tiga hal; 1) merendahkan diri, 2) mengindikasikan tidak rida dengan takdir, 3) bisa jadi membuat orang yang betul-betul miskin tidak kebagian jatah pemberian.
Selain itu, pembuat konten juga harus menjaga agar konten yang diunggah tidak menyakiti dan merendahkan orang lain karena hal itu berdosa.
Wallahu a’lam
Gus Helmi Nawali
- Menyuruh Anak untuk Puasa Bedug, Apakah Dibenarkan? - Februari 27, 2025
- Hindari Sebelas Perkara Berikut! Niscaya Kamu Terhindar dari Perbuatan Ghibah - Januari 25, 2025
- Bermedia Sosial Dalam Timbangan Islam - Oktober 13, 2024