فصل
موجبات الغسل ستة : ايلاج الحشفة فى الفرج وخروج المني , والحيض , والنفاس , والولادة , والموت .
Perkara-perkara yang mewajibkan mandi ada enam; memasukkan hasyafah ke dalam farji, keluarnya mani, haidl, nifas, melahirkan dan mati.
Islam sangat memperhatikan kebersihan. Baik kebersihan lahir maupun batin. Hal ini bisa dilihat dalam aturan syari’at yang secara khusus membahas tentang kesucian atau thaharah.
Salah satu bagian dari thaharah adalah mandi.
Allah SWT berfirman
وان كنتم جنبا فاطهروا (المائدة : 6)
“Jika kalian junub maka bersucilah”. (al-Maidah;6)
Ghusl atau ghosl secara bahasa mempunyai arti mengalirnya air pada sesuatu.
Sedangkan menurut syara’ ialah mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu. (Tanwirul Masalik, Juz I/73, Darul Mushthofa)
Mandi, dalam arti umum, merupakan aktifitas yang biasa dilakukan oleh setiap orang. karenanya, mandi hukumnya bisa mubah seperti mandi yang biasa kita lakukan karena gerah atau panas, badan kotor atau yang lain. Mandi juga bisa mempunyai hukum sunnah, seperti mandi hari raya dan mandi hari jum’at. Adakalanya mandi itu hukumnya wajib.
Mandi menjadi wajib jika terdapat salah satu sebab dari enam sebab yang mewajibkan mandi.
1. Jima’ atau Memasukkan hasyafah ke dalam farji.
Yang dimaksud dengan hasyafah adalah kepala dzakar [alat kelamin laki –laki] atau bagaian dzakar yang tertutupi oleh kulit sebelum dikhitan.
Sedangkan yang dimaksud dengan farji adalah lubang kubul atau dubur, baik laki-laki ataupun perempuan, manusia atau hewan, anak-anak maupun orang dewasa. (ibid)
Memasukkan hasyafah kedalam farji diistilahkan dengan jima’. jima’ itu mewajibkan mandi sekalipun tidak terjadi intisyar (kakunya dzakar) dan tidak keluar mani. Jadi, antara jima’ dan keluarnya mani adalah dua sebab yang berbeda.
Jima’ menjadi salah satu perkara yang mewajibkan mandi berdasarkan firman Allah
وان كنتم جنبا فاطهروا (المائدة : 6)
“Jika kalian junub maka bersucilah”. (al-Maidah;6)
Junub atau jinabah adalah sebutan untuk orang yang melakukan jima’ atau keluar mani (mawsu’ah al-fiqhiyyah, XVI/47, maktabah syamilah). Pada ayat tersebut Allah memerintahkan bersuci bagi orang yang junub, sedangkan asal dari perintah adalah wajib.
kewajiban ini dipertegas dalam hadits Rasulullah SAW:
اذا جلس بين شعبها الاربع ثم جهدها فقدوجب عليه الغسل
“Ketika seorang pria duduk diantara empat bagian wanita kemudian ia membuat lelah perempuan, maka wajib baginya mandi” (Muttafaq alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan
وان لم ينزل
“sekalipun tidak inzal (keluar mani)”
Yang dimaksud dengan syi’abiha al-arba’, empat bagian tubuh wanita, adalah kedua paha dan kedua betisnya.
Selain hadits diatas, Imam Syafi’i juga meriwayatkan di dalam musnadnya
اذا التقى الختانان او مس الختان الختان فقد وجب الغسل
Jika dua khitan bertemu atau khitan menyentuh khitan maka sungguh telah wajib mandi (musnadus Syafi’i, I/159)
wallahu a’lam
24 jumadilakhir 1439
Lanjut ke sebab wajibnya mandi yang ke dua
- TINGKATAN NAFSU MANUSIA - Mei 7, 2019
- NAFSUMU MUSUHMU - Mei 6, 2019
- DOA UNTUK ANJING - Mei 5, 2019