Oleh : KH. Kamilun Muhtadin*
Tafaqquh.com – Pembahasan ilmu pada tulisan singkat ini bersifat sangat umum dan mendasar, ia tidak hendak mencakup kajian filsafat yang amat luas, yang seakan melewati batas alam. Juga tidak akan menyinggung teori pengetahuan, tidak juga menjurus pada cabang-cabang filsafat yang berhubungan dengan hak hidup ataupun epistemologis yakni cabang filsafat; dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan atau pengkajian tentang asal, berlakunya dan hubungan pengetahuan dengan pengalaman manusia. Bukan pula aksiologis yaitu kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia.
Untuk keperluan itulah dari sejumlah banyak definisi ILMU yang kita pilih dan kita maksudkan di sini adalah:
1. Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
2. Pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya.
Perspektif Ibnu Kholdun
Dalam kitabnya Al Muqaddimah, Ibnu Kholdun mengatakan, Ilmu atau ”uluum” (jamak) itu ada dua macam; ilmu thabi’i (=alamiah) di mana manusia mendapatkannya melalui pemikirannya dan ilmu naqli (=pemberitaan) yang diperoleh mausia dari Yang Maha Menciptakannya.
Yang pertama adalah pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya logika, nalar dan filsafat yang diperoleh seseorang dari pemikirannya sendiri (menggunakan potensi akal anugerah Allah Ta’ala). Yang ke dua adalah pengetahuan-pengetahuan naqliyah (informasi) yang seluruhnya disandarkan pada sumber-sumber berita dari sumber syara’/ hukum-hukum Unity of Allah atau ke Tuhanan.
Raghib Al Asfahani
Raghib Al Ashfahani membagi ilmu dari sisi lain, yang tak terlalu berbeda dengan Ibmu Khaldun, membaginya: Ilmu teoritis dan aplikatif.
Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang dunia ataupun tentang keberadaannya.
Sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktekkan, seperti ilmu tentang ibadah akhlak dan lain sebagainya.
Pembagian ini juga biasa disebut ilmu rasional dan doctrinal. Ilmu rasional adalah ilmu yang didapat dengan akal dan penelitian, sedangakn ilmu doctrinal merupakan ilmu yang didapatkan dengan pemberitaan wahyu Allah, dan sabda Nabi saw.
Ilmu dan Al Qur’an
Di dalam Al Qur’an terdapat banyak dalil atas keutamaan ilmu. Diantaranya, firman Allah swt: “Niscaya Allah akan meniggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al Mujadalah : 11).
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu (QA. Al Ankabut : 43).
Bahkan ayat Al Qur’an yang pertama-pertama diturunkan kepada Rasulullah saw jelas-jelas menggambarkan keutamaan ilmu, yaitu dengan perintah membaca sebagai kunci ilmu pengetahuan dan menyebut qalam (pena) atau transformasi ilmu pengetahuan.
Firman Allah swt: “Bacalah dengan menyebut asma Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantara qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al ‘Alaq 1 :5).
Ayat ini merupakan indikator mulianya belajar dan ilmu pengetahuan. Pada ayat lain Allah juga bersumpah dengan Qalam/ kalam/pena: “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis” (Al Qalam ayat 1). Sumpah dengan menggunakan Qalam menunjukkan betaba pentingnya menggiatkan budaya ‘tulis-baca’ terkait dengan ilmu dan aktifitas belajar.
Anjuran Rasululloh
Penting juga kita renungkan sabda-sabda Nabi Muhammad saw terkait dengan keutamaan ilmu dan menuntutnya.
Dalam sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Turmudzi:
“Dari Abu Darda’ katanya aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya untuk menuju sorga, sesungguhnya para malaikat merendahkan sayapnya demi untuk menghormat seorang yang menuntut ilmu, sesungguhnya seorang yangberilmu akan dimintakan ampun oleh penduduk langit dan di bumi sampai ikan yang berada di air. Kelebihan seorang berilmu atas seorang ahli beribadah adalah kelebihan bulan di atas segala bintang. Sesungguhnya kaum ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan uang, baik yang berupa dinar maupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa yang menerima ilmu maka ia telah menerima sesuatu yang paling berharga”.
Dari hadits ini dapatlah ditarik kesimpulan akan super pentingnya ILMU bagi kita, serta kedudukan para pencari ilmu yang nota bene sangat mulia dibandingkan dengan harta.
Ilmu bisa menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta harus menjaga hartanya. Dari sisi lain harta berkurang bila dibelanjakan, sedangkan ilmu semakin bertambah jika disapai-sampaikan, di”transfer” atau dibagikan. Dan kelebihan-kelebihan lainya.
Firman Allah dan sabda An Nabi saw di atas menunjukkan bahwa ilmu memiliki tempat yang tinggi dalam Islam dan Islampun meninggikan kedudukan orang-orang yang berilmu/para ulama’, sarjana yang beriman dan beramal sholeh.
Di dalam Ihya’ Ulumiddin, Imam al Ghazali mengutip pandangan Al Khalil bin Ahmad yang berpendapat bahwa manusia terkait dengan ilmu itu ada 4 macam:
1. Ada orang yang tahu dan tahu bahwa ia mengetahui, maka itulah orang yang berilmu (orang alim) dan ikutilah dia.
2. Ada orang yang tahu tetapi tidak tahu bahwa ia mengetahui, maka itulah ibarat orang yang sedang tidur dan bangunkanlah dia.
3. Ada orang yang tidak tahu dan dia tahu kalau dirinya tidak mengetahui, maka itulah orang yang memerlukan bimbingan, ajarilah dia.
4. Ada orang yang tidak tahu tetapi dia tidak tahu bahwa dirinya tidak mengetahui, maka itulah orang yang bodoh dan waspadalah terhadap dirinya.
Demikian hati-hatinya serta atensinya yang tinggi terhadap ilmu dalam agama Islam, sampai-sampai kita dianjurkan untuk tidak berkata tanpa ilmu dalam hadits Abu Hurairah ra yangdiriwayatkan secara marfu’: “Barang siapa erfatwa tentang sesuatu tanpa dasar (tanpa ilmu), maka dosanya dipikul oleh orang yang berfatwa.
Gerbang Ilmu Ali Bin Abi Thalib
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah ra, sangat respek dan apresiate terhadap seseorang yang saat ditanya dan kebetulan tidak tahu menjawab dengan sejujurnya.
Pernah pada suatu kesempatan beliau berkata: “Sungguh menyejukkan hatiku” tiga kali. Mereka bertanya, “Apa itu wahai Amirul Mukminin? “Beliau menjawab,” Yaitu seseorang yang ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya lalu dia menjawab: “Allahu a’lam”.
Bi Jiddin La Bi Jaddin
Ilmu bukan sekedar wajib biasa, tetapi PRIORITAS. Nabi saw sendiri telah mewajibkan pada kaum muslimin untuk menuntut ilmu pengetahuan sesuai dengan sabdanya: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang muslim”.
Jikalau Allah swt dan Nabi Nya saw menganggap ilmu itu prioritas, mengapa kita tidak menganggapnya demikian? Mengapa kita bermalas-malas? Mengapa kita tidak rajin membaca? Pertama dan utama mambaca Al Qur’an? Ingatlah ada kata bijak, fatwa penting dalam bahasa Arab “Al Ilmu bi jiddin, wa la bi jaddin” – Ilmu itu harus dicari dengan bersungguh-sungguh, ilmu bukanlah warisan leluhur kita.” Tak heran orang Jawa mengatakan ilmu itu “NGELMU” yang berarti “angel yen durung ketemu”.
Jadi kita semua harus belajar, menuntutnya dengan sungguh-sungguh, mencarinya hingga dapat. Sungguh ilmu itu PRIORITAS.
Wallahu a’lam
*Penulis adalah Salah satu ulama’ kota Malang yang cukup disegani karena kedalaman ilmu dan ketinggian akhlaqnya.
Beliau pernah menjabat sebagai ketua Ta’mir masjid Agung kota Malang, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang dan berbagai jabatan penting baik pemerintahan maupun organisasi kemasyarkat.
Beliau meninggal pada hari Senin 16 Juli 2012.
Semoga semua amal ibadahnya di terima oleh Allah swt dan ditempatkan ditempat yang mulia disisiNYA
Lahul Fatihah ……
Tulisan ini adalah koleksi pribadi santri dan kinasih beliau mas Agus Kamilun.
Editor : @Redaksi.tafaqquh.id
- TINGKATAN NAFSU MANUSIA - Mei 7, 2019
- NAFSUMU MUSUHMU - Mei 6, 2019
- DOA UNTUK ANJING - Mei 5, 2019