Dalam ilmu Ushul Fiqh, terdapat pembahasan mendalam mengenai hukum syariat yang khusus berkaitan dengan orang mukalaf, yaitu individu yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dibebani tanggung jawab hukum syariat dalam Islam. Hukum-hukum ini mencakup berbagai aspek kehidupan yang diatur oleh syariat, seperti kewajiban, larangan, anjuran, dan berbagai ketentuan lainnya yang harus dipatuhi oleh seorang mukalaf. Penulis bermaksud ingin menguraikan pembahasan ini secara jelas dan komprehensif. Tujuannya agar dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana hukum-hukum syariat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana prinsip-prinsip Ushul Fiqh menjadi landasan dalam menetapkan hukum-hukum tersebut.
- Pengertian Hukum Syariat
Berawal dari pengertian hukum syariat, Zakariya Al-Anshari dalam kitabnya Lub Al-Ushul memberikan sebuah pengertian tentang hukum syariat dengan detail dan jelas. Sebagaimana berikut:[1]
وَالْـحُكْمُ خِطَابُ اللهِ الْـمُتَعَلِّقُ بِفِعْلِ الْمُكَلَّفِ إِقْتِضَاءً أَوْ تَخْيِيْرًا وَ بِأَعَمَّ مِنْهُ وَضْعًا
وَهُوَ الْوَارِدُ سَبَبًا وَشَرْطًا وَمَانِعًا وَصَحِيْحًا وَفَاسِدًا
“Hukum syariat adalah firman Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk tuntutan atau pilihan, maupun berkaitan dengan hal-hal yang lebih umum. yakni sebab, syarat, mani` (penghalang), shahih, dan fasid.”
Dari pengertian di atas bisa diambil beberapa pembahasan, yakni:[2]
- Hukum (الحكم)
Dalam konteks Ushul Fiqh, hukum merujuk pada firman Allah yang mengatur perbuatan manusia, khususnya mereka yang telah memenuhi syarat untuk bertanggung jawab (mukalaf).
- Khitab Allah (خطاب الله)
Khitab Allah di sini merujuk pada wahyu atau perintah yang disampaikan oleh Allah, baik melalui Al-Qur’an maupun hadis, atau yang menjadi dasar hukum dalam Islam.
- Berkaitan dengan perbuatan mukalaf (المتعلق بفعل المكلف)
Hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf mencakup semua tindakan yang dilakukan oleh seorang mukalaf. Mengenai mukalaf sendiri adalah individu yang sudah mencapai kedewasaan hukum Islam dan memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Maka, mengecualikan anak kecil dan orang gila, karena tidak memenuhi kriteria mukalaf. Sehingga, keduanya tidak dikenakan tuntutan hukum.
Adapun khitab Allah yang berkaitan dengan selain perbuatan mukalaf, maka tidak bisa disebut hukum. Seperti contoh اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ (Allah, tidak ada tuhan selain Dia), ayat ini tetap dikatakan khitab Allah namun tidak berkaitan dengan perbuatan mukalaf. Hukum ini disebut hukum taklifiy.
- Tuntutan atau pilihan (اقتضاء أو تخييرا)
- Tuntutan (اقتضاء): Ini merujuk pada hukum-hukum yang mewajibkan atau melarang sesuatu, seperti wajib (fardlu), haram, dan makruh. Seperti contoh ayat أَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ (Dirikanlah shalat), khitab tersebut sebuah perintah yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf atas tuntutan (kewajiban) melaksanakan shalat.
- Pilihan (تخييرا): Ini mengacu pada hukum-hukum yang memberikan kebebasan untuk memilih, seperti mubah (halal). Seperti contoh ayat وَكُلُوْا وَ اشْرَبُوْا (Makanlah dan minumlah), khitab tersebut berkaitan dengan perbuatan mukallaf atas pilihan (kebolehan) untuk makan dan minum.
- Hal-hal Lebih Umum (و بأعم منه وضعا)
Ini merujuk pada hukum-hukum yang lebih luas cakupannya, yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, dan mani’ (penghalang), shahih dan fasid. Hukum ini tidak langsung berkaitan dengan perbuatan manusia, tetapi lebih pada ketetapan yang berkaitan dengan syariat, seperti syarat sahnya ibadah atau syarat terjadinya suatu peristiwa hukum. Hukum ini disebut hukum wadh’iy.
- Klasifikasi Hukum Syariat
Setelah mengetahui pengertian serta penjelasan tersebut, maka hukum syariat terbagi menjadi 2, yakni:
- Hukum Taklifiy: Hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf baik dalam bentuk tuntutan atau pilihan. Hukum ini terdiri dari:
- Ijab (Wajib)
- Nadb (Sunnah)
- Tahrim (Haram)
- Karahah (Makruh)
- Ibahah (Mubah)
- Hukum Wadh’iy: Hukum yang tidak berkaitan dengan perbuatan mukalaf atau berkaitan dengan hal-hal yang lebih luas cakupannya. Hukum ini terdiri dari:
- Sabab
- Syarat
- Mani` (Pengahalang)
- Shahih
- Fasid
- Kesimpulan
Hukum Syariat merupakan salah satu konsep mendasar dalam ilmu Ushul Fiqh yang berperan penting dalam mengatur perilaku dan tindakan individu yang telah memenuhi syarat sebagai mukalaf. Berdasarkan definisi yang diuraikan oleh Zakariya Al-Anshari, hukum syariat terbagi menjadi dua kategori utama:
- Hukum Taklifiy, yang berkaitan langsung dengan perbuatan mukalaf dan melibatkan tuntutan (wajib, sunah, haram, makruh) atau pilihan (mubah) dalam menjalankan perintah Allah.
- Hukum Wadh’iy, yang mencakup aspek-aspek yang lebih luas, seperti sebab, syarat, dan penghalang yang mempengaruhi sahnya suatu tindakan atau peristiwa hukum.
Dengan memahami klasifikasi ini, kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana hukum-hukum dalam Islam diterapkan dan bagaimana prinsip-prinsip Ushul Fiqh menjadi landasan dalam penetapannya. Ini memberikan kerangka yang kuat bagi setiap mukalaf untuk menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Dande
Mutakharrijin Ma’had Aly An-Nur II
[1] Lubbul Ushul, Hal 14, Cet. Dar Al-Khotob Al-Ilmiyyah
[2] Nuzhah Al-Uqul Syarh Lubb Al-Ushul, Hal 7.
- Bermedia Sosial Dalam Timbangan Islam - Oktober 13, 2024
- Klasifikasi Kalam Berdasarkan Penggunaan Lafaz Yang Sesuai Dengan Madlul Dan Tidak Sesuai Kajian Waraqat: Kalam (Bagian 3) - September 20, 2024
- Kajian Ushul Fikih: Standar Kebaikan (Al-Husnu) dan Keburukan (Al-Qubhu) Dalam Islam - September 20, 2024