Muhammad Faiq Fasya/Mahasantri Ma’had Aly Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo Malang
عن أَنَسُ بْنَ مَالِكٍ، أَنّ النَّبِيَّ ﷺ وَمُعاذٌ رَدِيفُهُ عَلَى الرَّحْلِ، قَالَ: يَا مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ، قَالَ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ، قَالَ: يَا مُعَاذُ، قَالَ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ ثَلَاثًا، قَالَ: ” مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا، قَالَ: إِذًا يَتَّكِلُوا “، وَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا.
“Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa Nabi, saat membonceng Muadz, memanggilnya, ‘Muadz!’
Sayyidina Muadz pun menjawab, ’Nggeh, Nabi.’ [sampai tiga kali].
Lantas Nabi bersabda, ’Seseorang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya, akan dihalangi oleh Allah dari neraka.’
Muadz bertanya, ’Wahai Rasulullah, apa boleh kusampaikan kepada orang-orang agar mereka gembira?’
Nabi Menjawab, “[jangan] nanti mereka akan pasrah [tanpa melakukan ibadah lainnya].’
Dan di akhir hayatnya Sayyidina Muadz membocorkan hadis ini agar tidak berdosa [sebab menyimpan ilmu].” (HR. Bukhari-Muslim).
***
Hadis di atas awalnya tidak boleh di-share sembarangan karena alasan yang diutarakan Nabi, takutnya penerima informasi pasrah bongko`an (norok buntek). Sebab secara teks, syahadat saja sudah cukup untuk menyelamatkan seseorang dari neraka tanpa adanya ibadah yang lain. Ini menunjukkan bahwa dalam menyampaikan pengetahuan harus menyesuaikan kapasitas telinga penerima.
Dalam hadis lain riwayat Sayyidina Ali, Nabi SAW bersabda, “Komunikasilah dengan apa yang mereka pahami, apa kamu mau Allah dan Rasul-Nya didustakan?” Artinya, ketika seseorang tidak memahami dan tak dapat melogiskan sesuatu, maka -dengan kebodohannya- ia akan mendustakannya. Bagaimana bila suatu informasi yang bersifat demikian berasal dari Nabi, sang pembawa syariat?
Maka, tidak selayaknya hal-hal yang sifatnya kontroversial di-publish secara umum agar tidak muncul fitnah. Seperti dawuh Ibnu Mas’ud, “Kamu kalau berbicara dengan seseorang mengenai sesuatu di luar nalarnya akan menjadi fitnah.”
Sebuah informasi yang tidak selayaknya disebar ketika tidak dapat dipahami secara teks saja. Sehingga sangat bijak tidak menebar informasi seperti ini kepada kaum tekstualis.
Kembali ke hadis utama. Keterangan lanjutan dalam hadis memunculkan isykal. Di akhir hayatnya, Sayidina Mas’ud malah menyebarkan informasi langit tadi dengan alasan agar tidak termasuk Katimul ilmi. Padahal nabi sendiri telah melarang untuk munyebarkannya.
Dari situ, ulama menjawab, salah satunya Abu Amr bin Shalah, “Menurut kami, larangan Nabi Muhammad untuk menyebarkan secara luas karena beliau khawatir disalahpahami oleh mereka yang tak berkapasitas, sehingga hadis di atas seakan-akan menunjukkan bahwa ibadah tidaklah penting. Dan Nabi menyampaikannya kepada Sayyidina Muadz. Karena Nabi Menganggap beliau mampu memahaminya dan begitu pula yang dilakukan oleh sahabat Muadz.”
- Klasifikasi Kalam Berdasarkan Penggunaan Lafaz Yang Sesuai Dengan Madlul Dan Tidak Sesuai Kajian Waraqat: Kalam (Bagian 3) - September 20, 2024
- Kajian Ushul Fikih: Standar Kebaikan (Al-Husnu) dan Keburukan (Al-Qubhu) Dalam Islam - September 20, 2024
- Mengenal Hukum Syariat: Definisi dan Klasifikasinya - September 20, 2024